Utopia Memberi Ilusi Kesempurnaan, Tapi Distopia yang Diterima Begitu Saja Adalah Kegagalan Terbesar
Utopia, Distopia, dan Jalan Tengah yang Waras
Dalam membangun ToFarmer, kita seperti sedang naik odong-odong antara dua kutub imajinasi: Utopia dan Distopia. Yang satu manisnya kayak teh gula lima sendok, yang satu pahitnya kayak kopi tanpa ampas—tapi dua-duanya penting untuk dipahami biar kita nggak salah arah.
Utopia: Dunia Impian Serba Wow
Utopia itu kayak brosur iklan perumahan—semuanya hijau, bersih, dan semua orang senyum terus. Dalam versi ToFarmer, mungkin terbayang dunia di mana petani pakai AI kayak main game, panen melimpah tanpa pupuk kimia, pasar adil, dan semua hidup bahagia sejahtera.
Tapi hati-hati. Utopia bisa bikin kita mabuk harapan. Terlalu ngegas mimpi kadang bikin lupa realita. Kita bisa kecewa berat saat ternyata:
- Jaringan internet di ladang masih lemot,
- Petani lebih pilih kebiasaan lama daripada alat baru,
- Atau sistem pasar masih aja dimonopoli.
Kalau kita cuma ngincer “sempurna”, bisa-bisa kita nggak gerak sama sekali karena realita selalu terasa kurang.
Distopia: Dunia Seram Tapi Kadang Terlalu Dekat
Di sisi lain, distopia itu kayak versi ToFarmer yang gagal total: teknologi jadi alat penindas, petani makin miskin, dan ladang diganti pabrik. Dunia gelap, suram, dan penuh ketidakadilan.
Tapi yang lebih bahaya? Kalau kita nerima distopia begitu aja. Nyerah. Bilang: “Ya emang beginilah dunia...”
Nah, itu jebakan Batman. Kalau kita pasrah sama tantangan, ya selamanya kita terjebak di sana. ToFarmer bakal mati muda, cuma jadi ide yang nggak sempat hidup.
Keseimbangan: Antara Langit dan Tanah
Jalan tengahnya? Kita mimpi besar, tapi tetap jalan kaki.
- Tetap punya visi ideal tentang masa depan,
- Tapi juga ngerti bahwa jalan ke sana penuh lubang dan tikungan tajam.
Kita perlu utopia untuk arah, dan distopia sebagai pengingat.
Utopia jadi kompas, distopia jadi cermin.
Kalau terlalu banyak mimpi, kita bisa kecele.
Kalau terlalu banyak takut, kita nggak maju.
Jadi, kita pilih yang tengah: kerja nyata dengan semangat, tapi nggak buta arah.
ToFarmer: Bukan Sekadar Proyek, Tapi Perjalanan
Setiap hari kita melangkah—kadang salah, kadang gagal, kadang bener-bener nggak tahu harus ngapain. Tapi itu semua bagian dari proses. Kita bukan cari dunia sempurna, tapi dunia yang lebih baik dari kemarin.
Dan buat itu, kita butuh kamu juga.
Orang-orang yang mau bermimpi, tapi juga mau gotong royong.
Yang mau mikir, tapi juga mau nyangkul.
Yang tahu bahwa harapan itu penting, tapi kerja nyata itu wajib.
ToFarmer adalah utopia yang nggak muluk-muluk dan distopia yang dilawan tiap hari.
Ia adalah harapan yang dipelihara, bukan disembah.
Ia adalah kenyataan yang diubah, bukan diterima mentah-mentah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar