Disini saya/kita akan membagikan sebuah alur dalam mengenal diri kita sendiri, kita tau kelemahan kita pada narasi bahkan tentang diri kita sendiri , bagaimana mau membangun narasi besar tentang sebuah wilayah, apalagi sebuah negara ... kejauhan , kita kenali diri kita sendiri dulu . Dibawah ini kita tuliskan makalah sederhana tentang hal ini yang didapat dari refleksi tentang diri saya sendiri ( penulis)
Mengenali Identitas Dunia dan Batin
Setiap orang punya dua sisi yang berjalan bersama: sisi dunia dan sisi batin.
Sisi dunia adalah bagian yang tampak — pekerjaan, karya, dan cara kita hidup setiap hari.
Sisi batin adalah bagian yang tidak kelihatan — rasa, niat, dan arah yang menuntun semua tindakan itu.
Kadang orang hanya sibuk dengan dunia, sampai lupa mendengarkan suara batinnya.
Kadang juga sebaliknya, terlalu tenggelam dalam batin sampai lupa berpijak pada kenyataan.
Padahal, keduanya perlu berjalan seimbang. Dunia memberi bentuk, batin memberi arah.
Tulisan ini mencoba menggambarkan bagaimana identitas itu digali dari kehidupan sehari-hari — dari tanah, kopi, alat kerja, sampai doa — dan bagaimana semuanya saling terhubung menjadi satu kesadaran yang utuh.
1. Menemukan Identitas Dunia
Identitas dunia muncul dari apa yang kita lakukan dan bagaimana kita melakukannya.
Ia terlihat dalam kerja tangan, karya, dan cara kita menata hidup.
Dalam perjalanan ini, untuk saya identitas dunia tumbuh dari hal-hal yang dekat dan nyata:
-
Pertanian, karena tanah dan tumbuhan selalu mengajarkan kesabaran.
-
ToFarmer, sebagai tempat memadukan teknologi, seni, dan kehidupan nyata.
-
Isoteri Kopi, ide kecil yang lahir dari keinginan sederhana: berkarya dan membangun modal dari hasil tangan sendiri.
-
Lukisan kopi, wujud kasih yang mengalir lewat warna dan aroma.
-
Cangkul, laptop, gitar, dan kuas, semua jadi alat untuk menanam, berpikir, dan mengungkapkan diri.
-
Menoreh, sebagai tanah tempat langkah berpijak dan pikiran berakar.
Semua itu adalah cerminan bahwa dunia bukan hanya tempat bekerja, tapi juga tempat belajar dan menguji makna.
Setiap alat dan karya membawa pesan kecil tentang siapa kita, apa yang kita perjuangkan, dan bagaimana kita ingin hidup.
2. Menemukan Identitas Batin
Kalau identitas dunia tampak di luar, identitas batin tumbuh di dalam.
Ia muncul lewat rasa — lewat cara kita merasakan, menimbang, dan menyadari sesuatu yang halus di balik semua kegiatan.
Batin bukan soal agama semata, tapi soal kejujuran terhadap diri sendiri.
Ia tahu kapan kita benar-benar tulus, dan kapan kita hanya mengikuti keinginan yang halus tapi egois.
Ciri identitas batin antara lain:
-
Mau mendengar rasa sebelum bertindak.
-
Tidak mudah silau oleh hasil.
-
Lebih memilih tenang dan jujur daripada terlihat hebat.
-
Menjaga niat agar tetap bersih.
-
Menemukan Tuhan atau makna hidup dalam hal-hal kecil sehari-hari.
Batin bekerja seperti cermin.
Saat kasih mulai kabur oleh kepentingan, rasa dalam hati memberi tanda — mungkin lewat gelisah, sepi, atau dorongan untuk berhenti sejenak.
Dari situlah kita belajar arah.
3. Proses Penggalian Diri
Menemukan identitas bukan soal berpikir keras, tapi soal menyadari pelan-pelan.
Ia terjadi lewat keseharian — lewat hal-hal kecil yang diulang dengan sadar.
Langkah-langkahnya sederhana:
-
Melihat lebih dalam.
Tanah bukan hanya lumpur, tapi kehidupan. Kopi bukan sekadar minuman, tapi sarana berbagi rasa. -
Mendengar yang halus.
Kadang yang kita butuhkan bukan jawaban, tapi diam yang memberi ruang untuk rasa bicara. -
Membaca tanda.
Kegagalan, keberhasilan, pertemuan, bahkan kebosanan — semua bisa jadi pesan. -
Menemukan keseimbangan.
Dunia bergerak, batin menjaga.
Karya lahir dari kasih, arah dijaga oleh rasa.
Proses ini tidak selesai dalam sehari. Ia seperti menanam: butuh waktu, air, dan kesabaran. Tapi setiap kali kita jujur pada diri sendiri, akar itu tumbuh sedikit lebih dalam.
4. Dunia dan Batin yang Menyatu
Pada akhirnya, kita belajar bahwa dunia dan batin tidak bisa dipisahkan.
Dunia memberi bentuk pada kasih; batin menjaga agar kasih tetap murni.
Dunia membuat kita bekerja, berbuat, dan memberi sesuatu pada orang lain.
Batin membuat kita sadar mengapa kita melakukannya.
Kalau dunia tanpa batin, kita bisa sibuk tapi kosong.
Kalau batin tanpa dunia, kita bisa tenang tapi tidak berguna.
Keduanya harus berjalan bersama, seperti dua sayap yang membuat hidup bisa terbang dengan seimbang.
Kesimpulan
Identitas bukan sekadar nama, pekerjaan, atau hasil karya.
Identitas adalah kesadaran — bahwa setiap hal yang kita lakukan punya akar dan arah.
Dunia adalah ladang tempat kita bekerja dan belajar.
Batin adalah tanah dalam diri tempat kasih dan rasa berakar.
Ketika keduanya disatukan, hidup menjadi utuh: kita bekerja dengan kasih, dan mencintai dengan kesadaran.
Jadi, perjalanan mengenali diri bukan soal mencari siapa kita di luar sana,
tapi soal mengenali apa yang sebenarnya sudah hidup di dalam diri sejak awal.
Dunia mengajarkan kita bekerja, batin mengajarkan kita mengapa kita bekerja.
Dan di antara keduanya, tumbuhlah makna yang membuat hidup jadi bernilai.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar